Madu Tri
suatu kisah asmara
Alkisah beberapa masa yang lalu hiduplah seorang laki-laki dan seorang perempuan. Nama dari si laki-laki itu adalah Ari. Pada waktu cerita ini mulai dia merupakan seorang pemimpin dari suatu perusahaan yang sangat berhasil di suatu kota di bagian selatan di suatu negara. Namun demikian, Ari tidak begitu puas dengan pekerjaannya itu. Dan dibalik keberhasilan dan harta kekayaannya, dia tidaklah bahagia.
Nama perempuan itu adalah Tri. Sesungguhnya, Tri membenci nama ini. Hal ini membuat dia merasa sebagai orang awam yang kurang gengsi. Dalam kenyataannya, setiap orang yang mengenal Tri memanggilnya Madu Tri. Dia juga sungguh-sungguh tidak menyukai nama ini, tetapi paling tidak nama ini bukanlah nama kebanyakan.
Selama hidupnya, Madu Tri suka sekali minum madu. Tanpa madu, hidup tidaklah punya arti baginya. Madu adalah hakikat dari eksistensinya. Suatu hal yang tidak bisa disangkal kalau Madu Tri mengetahui hubungan antara lebah dengan madu. Dia membawa madu kemanapun dia pergi, dan beberapa kali sehari dia akan pergi ke tempat yang sunyi untuk minum bersendok-sendok besar madu.
Madu Tri mempunyai sejengkal tanah di hutanhujan yang tropis, subur dan indah di bagian utara suatu negara. Dia hidup di sana sendiri dalam suatu gubuk terbuat dari kayu yang sederhana. Hampir seluruh waktunya dihabiskan untuk merawat sarang lebah dan kebunnya. Hartanya yang paling berharga adalah sebuah periuk madu putih yang sangat kecil dan spesial yang menggelantung di lehernya dengan rantai emas. Dihubungkan dengan rantai emas itu adalah suatu sendok emas kecil. Mungkin seminggu sekali, dia akan mengunakan sendok kecil ini untuk minum sesendok kecil penuh madu putih yang luar biasa dari periuk kecil. Sayangnya lebah milik Madu Tri hanya dapat menghasilkan madu putih ini selama seminggu setiap tahun, ketika suatu jenis bunga tertentu berkembang pada suatu pohon Akasia Putih di hutannya yang kecil.
Bagaimana, kapan, dan di mana Ari dan Madu Tri sesunguhnya bertemu merupakan cerita menarik lain untuk waktu lain. Beralasanlah untuk mengatakan bahwa dari sejak peristiwa pertama kali Ari melihat Madu Tri, dia sungguh-sungguh kasmaran. Tidak pernahlah dalam hidupnya menemui perempuan semacam itu. Dia begitu cantik, cerdas, dan yang paling menarik, dia sedikit aneh. Madu Tri mempunyai segalanya yang Ari pernah idam-idamkan dari seorang wanita.
Sayangnya, Madu Tri tidak mempunyai rasa semacam itu kepada Ari. Sungguhpun demikian, dia berpikir bahwa Ari merupakan laki-laki yang cukup menyenangkan, dan dia agak menyukainya, tetapi sayangnya tidak mempunyai kehendak untuk memiliki lelaki seperti Ari. Sepanjang Madu Tri mempunyai madunya, hidupnya terasa penuh dengan kebahagiaan dan memuaskan.
Tidaklah perlu untuk dikatakan, sudahlah pasti jika Ari begitu sedih atas penolakan ini. Dia mencoba dengan segala cara yang dia dapat untuk merayunya. Dia mengirimnya bunga, tetapi dia hanya mengirimkannya kembali pada dia. Dia menulis puisi yang indah tentang dia, tetapi tak pernah terbaca. Dia mengirimkannya perhiasan yang mahal, tetapi dia tidak pernah sekalipun memakainya, dan membuatnya berprasangka bahwa gadis itu telah memberikannya kepada teman-temanya.
Akhirnya, Ari berhenti dari bisnisnya, dan dengan uangnya yang terakhir yang dia punyai, dia membeli semua hutan, kesemua hutan yang mengelilingi sejengkal tanah kecil Madu Tri. Madu Tri mulai berpikir bahwa laki-laki itu mulai sedikit gila.
Ari membuat dirinya sendiri suatu gubuk kayu kecil tidak jauh dari gubuk Madu Tri. Setiap hari Ari akan lewat di gubuk kecil Madu Tri. Madu Tri akan berbincang-bincang dengannya walaupun hanya melalui jendela dapur, tetapi dia tidak pernah sama sekali membuka pintunya untuk dia. Selama beberapa jam setiap hari, pada waktu musim hujan dan pada waktu matahari bersinar, Ari akan duduk diluar jendela dapur Madu Tri, dan mereka akan minum teh dan ngobrol-ngobrol tentang segala sesuatu baik penting maupun sepele. Segala sesuatu, yaitu, kecuali hal-hal yang menyangkut perasaan-perasaan Ari pada Madu Tri. Setiap saat dia menyebut masalah itu, Madu Tri akan menjadi sangat marah. Dia akan melempari periuk pada dia dan menutup jendela-jendela gubuknya dengan keras, dan kemudian tidak berbicara lagi dengan dia untuk beberapa hari sesudah itu.
Sesungguhnya Ari sangat senang tinggal di hutanhujan begitu dekat pada sang Pujaan Hatinya. Tentunyalah, dia rindu pada cinta dan kasih sayang Madu Tri, tetapi hidupnya jauh lebih bahagia daripada sebelumnya. Setiap hari dia akan jalan lewat hutannya menanam benih pohon dalam tanah tropis yang subur itu. Setiap beberapa hari dia akan mengumpulkan kayu bakar, dan dia akan mengambil sebagiannya untuk Madu Tri, dan sebagai imbalannya sang gadis akan memberinya madu. Pada petang hari dia sering duduk pada veranda gubuknya minum teh pahit yang dipermanis dengan madu ini, dan dia akan menghabiskan berjam-jam sambil menikmati keindahan alam yang mengelilingi dia. Dibalik kerinduannya yang dalam, bagi dia, kehidupan masih sangat baik dan sangat menyenangkan.
Selama tujuh tahun kehidupan berlalu seperti ini, sampai suatu hari, ketika Madu Tri sedang memunggut madu pertama kali di musim baru. Dia mengerukkan sendoknya kedalam tong madu, dan kemudian merasakannya. Dia melihat dengan mata terbelalak lebar dalam kegirangan. Ini tidaklah hanya sekadar madu biasa. Ini adalah madu putih! Ini adalah madu asmara yang merupakan hakikat dari madunya. Dan disana, tepat didepannya, ada setong besar madu putih. Dia tidak bisa mempercayai kenyataan yang ada. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Dia bertanya pada dirinya sendiri berkali-kali. Secara kebetulan dia menjadi sadar. Selama tujuh tahun, Ari telah menanam beribu-ribu pohon Akasia Putih dari mana madu putih itu berasal, dan pohon-pohon itu telah berbunga untuk pertama kalinya.
Keesokan paginya, seperti kebiasaannya, Ari sekali lagi datang untuk mengunjungi Madu Tri. Suatu yang sangat mengejutkan baginya, pintu gubuk Madu Tri itu begitu lebar terbuka. Madu Tri muncul di pintu, dan mengundangnya untuk masuk dan minum teh. Untuk beberapa jam mereka minum teh, berbincang-bincang, tertawa, dan bermain asmara. Madu Tri meminta Ari untuk tinggal bersamanya, dan dia mau. Kehidupan menjadi sangat baik dan sangat menyenangkan.
Nah, seperti pada umumnya suatu cerita seperti ini akan selesai pada poin ini. Tetapi sesuatu sangat aneh terjadi kira-kira setahun kemudian.
Ketika Ari sedang berjalan melalui hutanhujannya pada suatu hari, suatu dahan Akasia Putih yang sangat besar secara mengejutkan jatuh pada kepalanya. Dia mati seketika. Hal ini terjadi karena memang telah terjadi. Mayatnya dikebumikan di hutanhujannya di bawah bayangan sebuah pohon Akasia Putih.
Logislah, Madu Tri sangat sedih atas kematian Ari, dan bahkan merasa sedikit bersalah. Namun bagaimanapun, kesedihannya segera kembali menjadi kesenangan di hati kecilnya ketika dia mengetahui bahwa dia hamil. Dalam bulan-bulan berikutnya dia secara hati-hati membesarkan si benih dalam perutnya dengan madu putihnya.
Hingga lahirlah seorang bayi perempuan yang cantik, yang cerdas, tapi, yang sedikit aneh …